“Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menikah, dan melarang keras untuk hidup melajang. Beliau bersabda: “Nikahlah kalian dengan perempuan yang memberikan banyak anak dan banyak kasih sayangnya. Karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah umatku kepada para Nabi lainnya di hari kiamat nanti” HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.
Hadis tersebut memberikan motivasi kepada setiap orang muslim untuk bersegera menikah dan kemudian mempunyai banyak keturunan. Ada beberapa orang yang khawatir, jika memiliki banyak keturunan akan membawa kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, dengan alasan karena, misalnya, pendapatannya terhitung pas-pasan. Kekhawatiran seperti ini sebetulnya wajar, tapi sesungguhnya setiap anak yang dilahirkan pasti telah ditentukan rizkinya oleh Allah Ta’ala. Kita harus ingat firmanNya:
“…Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, …”
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.
Namun demikian perlu juga diingat bahwa ajaran agama Islam juga mewajibkan kepada kepala keluarga untuk memberikan nafaqoh (nafkah) kepada keluarganya, baik nafaqoh dhohiriyah (nafkah fisik), misalnya mencukupi sandang, pangan, papan, dan kesehatannya, ataupun nafaqoh ruhiyah (nafkah batin), misalnya pendidikan, pengetahuan agama, dsb. Sehingga ajaran agama Islam bukan hanya memotivasi umatnya agar mempunyai banyak keturunan, tetapi juga menekankan agar keturunan tersebut dapat hidup secara berkualitas, baik dhahirnya maupun batinnya.
Dengan dasar pemikiran seperti itu para ulama membolehkan KB (keluarga berencana), dengan pertimbangan bahwa KB dapat menjadi sarana (washilah) untuk mengupayakan adanya keturunan yang lebih berkualitas. Para ulama berijtihad bahwa KB merupakan bentuk dari tanzhim an-nasl (merencanakan keturunan) dan bukan merupakan tahdid an-nasl (memutus keturunan, pemandulan). Di mana tanzhim an-nasl hukumnya mubah (boleh dilakukan) dan tahdid an-nasl hukumnya haram.
Namun yang menjadi persoalan adalah tata cara KB saat ini banyak mengalami perkembangan. Saat ini ada banyak macam tata cara KB, misalnya dengan menggunakan suntik, minum pil, menggunakan kondom, melakukan ‘azl (ketika akan ejakulasi mencabut kemaluan dan mengeluarkan sperma di luar), menggunakan spiral, dan ada juga yang melakukan vasektomi atau tubektomi. Karenanya, KB yang saat ini berkembang tidak serta merta dapat digolongkan sebagai tanzhim an-nasl yang dibolehkan, tapi juga ada yang bisa digolongkan sebagai tahdid an-nasl yang diharamkan, tergantung tata cara KB yang dipergunakan.
Oleh karenanya, saat ini para ulama dalam menghukumi KB akan melihat terlebih dahulu (tafshil), jika KB yang dipakai masuk dalam kategori tanzhim an-nasl (merencanakan keturunan, tidak pemandulan secara tetap sehingga memungkinkan untuk memperoleh keturunan lagi) maka hukumnya boleh (mubah). Sedangkan jika KB yang dipakai masuk dalam kategori tahdid an-nasl (memutus keturunan, di mana menyebabkan pemandulan tetap) maka hukumnya haram. Nah, vasektomi yang Bapak tanyakan termasuk dalam kategori tahdid an-nasl karena merupakan upaya pemandulan tetap dengan memotong saluran sperma. Oleh karenanya hukumnya haram, sebagaimana fatwa MUI pada tahun 1979 dan dikukuhkan kembali pada Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia ke III tahun 2009.
Secara mudahnya, kontrasepsi yang bersifat tanzhim nasl (merencana) dikira MUBAH (harus) dalam ISLAM. Namun, bagi yang bersifat tahdid nasl (memandulkan, memutuskan keturunan secara abadi) dikira HARAM seperti tubektomi dan vasektomi.
Walaupun ada upaya terkini yang mengatakan bahawa ada proses pembalikan untuk menyambung kembali saluran yang diikat (recanalization process), prosedur ini hanya mempunyai kadar keberhasilan yang rendah. Maka ulama melihat ini masih lagi dalam kategori tahdid nasl.Lebih-lebih lagi biaya operasi yang mahal.
Jalan Menang-Menang
Petikan akhbar di Republika itu, kalau dibaca oleh orang awam yang cakna agama, mereka bakal memahami bahawa prosedur tubektomi dan vasektomi adalah haram secara total, tiada kompromi.
Di sana tiada langsung perkataan yang menunjukkan kelonggaran.
Akan tetapi prinsip fekah di sini membolehkan apabila ada indikasi tertentu.
“keadaan terpaksa (dharurah) dapat membolehkan sesuatu yang awalnya dilarang”
Umpama kes memakan daging babi.
Asalnya adalah haram, akan tetapi tatkala suda berada pada tahap kebuluran maksimum yang boleh membawa maut, daging babi harus dicicipi seadanya, untuk menyelamatkan nyawa.
Contoh kes :
1) Pada ibu yang mempunyai riwayat darah tinggi dalam kehamilan (bahasa medisnya Pre-Ecclampsia Berat), dan sudah mempunyai anak yang cukup, maka dia diharuskan untuk tubektomi. Sakitya itu boleh mengakibatkan implikasi yang lebih buruk seperti stroke, keguguran, rahim pecah dan sebagainya.
2) Pada ibu yang telah melahirkan 8 orang anak dengan operasi Caesaerian sebanyak 5 kali. Indikasi untuk tubektomi adalah sangat-sangat digalakkan kerana dengan keadaan rahim yang telah 8 kali hamil akan menyebabkan mudah terjadinya kejadian rahim pecah pada kehamilan seterusnya.
Jadi di sini, harus di sini diletakkan kelonggaran oleh MUI dalam menilai kes sebegini. Kemungkinan besar, pihak ulama mengetahui akan kelonggaran sebegini, tetapi kenyataannya di paparan media massa adalah sebaliknya.
Ayat yang digunakan seakan-akan 'membunuh' terus tubektomi dan vasektomi.
Harus ada sudut pandangan kedua dari orang yang pakar di bidang kebidanan dan kandungan untuk menilai kes yang sesuai untuk dilonggarkan hukumnya.
Sebaliknya juga, doktor-doktor yang terlibat secara langsung dalam bidang ini, jangan sesekali mengganggap mudah.Dalam banyak keadaan yang pernah saya lihat, ibu yang berusia pertengahan 30-an dengan anak 3 dan 4, pernah disuruh untuk tubektomi. Dan si ibu bersetuju.
Saya juga jengkel, tidak berkenan dengan tindakan sebegitu.Masih ada cara lain tanzhim nasl yang dibolehkan.
Mungkin sahaja si ibu boleh kematian anak-anaknya dalam kemalangan jalan raya. Pasti dia menginginkan anak lagi di kemudian hari.Rencana di Atas tiada yang tahu.
Di sinilah titik di mana MUI mengharamkannya. Dengan semudahnya memandulkan seorang manusia, seperti lakunya Tuhan.
Kesimpulan
Tubektomi mahupun vasektomi hukum asalnya HARAM.
Akan tetapi ketika ada indikasi darurat, ianya diHARUSkan.
Jangan melampau-lampau beraksi, jangan pula terlalu enteng memandang.
Bersederhanalah wahai Ummah!
Tiada ulasan:
Catat Ulasan