Isnin, 11 April 2011

Terima Kasihku Pada Si Buta...

Deni (berbaju putih)

"Ada sesetengah orang benar-benar tidak mampu, tetapi sangat bersemangat untuk datang!"

Suara juru acara majlis bergema.Saya penasaran.

Gerangan siapakah yang dimaksudkannya, tiada saya ketahui.

.............................................................................

Cuti yang sebentar dimanfaatkan dengan memenuhi undangan seorang sahabat Indonesia ke sebuah program motivasi dan perkongsian pendapat.

Tempatnya tidaklah jauh, sekitar 4 kilometer dari rumah saya di Sukagalih, Bandung.

Sebenarnya jauh di lubuk hati, memang saya terasa sangat malas.Sudah sekian bulan tidak merehatkan diri di hujung minggu, fikiran terus mengajak berkelubung di dalam selimut. Aura dingin Kota Bandung sangat kondusif untuk proses hibernasi hari minggu.

Namun dikuatkan juga langkahan kaki, sambil cuba mengikhlaskan niat untuk bersilaturahmi dan mendapat kemanfaatan sedikit sebanyak..

Dan syukur, kaki menapak juga ke sana..


Tuna Netra..

Ini gelaran yang diberikan di Indonesia untuk menggambarkan seorang yang cacat penglihatan atau sinonimya buta..

Berpaling ke belakang, sorotan mata saya tertumpu kepada seorang sosok pemuda. Menunduk wajah gayanya...

"Tak boleh melihat rupanya" saya bermonolog sendirian..

Motivasi berjalan dan fokus saya terarah pada penceramah.Sehingga solat Zuhur..

Berbondong kami para peserta melangkah ke masjid berdekatan.Berwuduk, merapikan saf..

Dan si pemuda tadi dipimpin masuk ke saf, betul-betul di sebelah saya..Dipegang bahunya, perlahan-lahan saya tarik agar rapat antara kami.Sesi bersama Tuhan kami panjatkan secara berjemaah.

Usai solat dan sedikit zikir, saya menghampiri..

Salam berkumandang di bibir, sambil tangan dihulur langsung ke tangannya.

"Saya Fahmi!" bermanis mulut memperkenalkan diri, suatu cara 'memecahkan ais' yang saya gemari.

" Oh saya Deni.." sang pemuda membalas.

Senyuman menguntum , walau tiada komunikasi mata antara kami.

Berdamping kami, sambil melangkah..

"Saya dari Lampung, datang ke Bandung untuk bersekolah lanjutan di sekolah orang cacat penglihatan!"

"Saya pula dari Malaysia!" saya menyugihkan maklumat walau tidak ada pertanyaan.

" Oh jauhnya sampai ke Indonesia datangnya" ternyata sang pemuda terkesan dengan perkenalan dengan seorang warga negara jiran, dari bumi Harimau Malaya.

Tersenyum diriku.

Entah bagaimana, pertanyaan yang agak drastik meluncur, lidah fasih berbicara, memohon balasan. Dasar ingin tahu yang cukup tinggi dari pojok hati ini..

" Bagaimana ya sampai boleh hilang penglihatan?" saya bertanya sambil melihat di bahagian kepalanya ada sedikit lekukan. Anggapan saya mungkin pernah ada trauma di sekitar kepala.

" Ada tumor di kepala. Ia menekan saraf optik sehingga menyebabkan saya hilang nikmat penglihatan. Punya mata tetapi tidak mampu melihat!" jelasnya lebar..

Mengangguk panjang.Luar dari sangkaan..

" 3 tahun kelmarin saya mulai buta!"tambahnya lagi.

Ya itulah Deni, seorang pria berusia 38 tahun, sudah berkeluarga, dan sanggup merantau ke Bandung untuk belajar, meninggalkan keluarga tercinta di Lampung, Sumatera.Jauh safarnya..

Kami tidak banyak bicara.Majlis bersambung.Dia di belakang, saya di depan..

" Bagi menutup majlis ini, saya mempersilakan saudara kita Deni untuk membacakan doa!" suara juruacara memenuhi segenap dewan.Saya terkesima dengan pilihan gerangan pembaca doa.

Dengan alunan Basmalah sebagai pemula, lantunan doanya memecah sukma dewan. Khusyuk.Sujud dalam keredhaan...

Ternyata matanya buta, namun hatinya penuh dengan cahaya keimanan.


Apa Saya Belajar?

Saya dan Deni (berbaju putih)

Sesungguhnya, terasa sangat malu.

Ya malu..

Kenapa malu?

Sebelum derapan langkah pada pagi itu, kemalasan, saat mahu memanjakan diri, menguasai sanubari.Pada banyak ketika yang lain juga, kemalasan bertakhta.

Dan ternyata Tuhan menghantarkan seorang makhluknya kepada saya untuk mengajarkan.

Seorang Deni, seorang yang buta, musafir jarak jauh berpisah dengan keluarga, sanggup sahaja bersusah payah menghadiri sebuah majlis yang punya manfaat kepada diri dan ummah..

Namun bagi seorang yang cukup sifat seperti saya, masih lagi dibelenggu malas, sifat salbiah negatif bermaharaja lela.

Betapa banyak nikmatNya yang aku sia-siakan.Terngiang-ngiang di telinga ayat dari Surah Ar Rahman..

" Dengan nikmat Tuhanmu yang manakah telah engkau dustakan!"

Di dunia, hanya suara penghubung bicara, semoga di Syurga kita kan bersua mata..

Terima kasih atas teladannya, sahabatku Deni..



Tiada ulasan: